Indotnesia - Istilah Kristen Muhammadiyah saat ini tengah ramai jadi perbincangan setelah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar acara bedah buku berjudul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan, pada Senin (22/5/2023).
Bedah buku yang digelar lewat kerjasama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini mencuri perhatian publik hingga jadi trending Twitter, pada Selasa (30/5/2023).
Ada lebih dari 7 ribu cuitan warganet yang mengomentari tentang judul buku tersebut, salah satunya mempertanyakan mengapa mengambil istilah ‘Kristen Muhammadiyah’ yang dapat memantik spekulasi.
“Tapi ga perlu dikasi nama kristen muhammadiyah ngga si, kan orang orang jadi berspekulasi yang ngga ngga kalo baca headline-nya doang,” komentar salah seorang warganet.
Baca Juga:Tayang 17 Juni, Berikut Sinopsis Drakor See You in My 19th Life
Nah, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terkait istilah Kristen Muhammadiyah, simak penjelasannya di bawah ini.
Kristen Muhammadiyah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di Indonesia Timur, yaitu dimana Muhammadiyah dan Kristen yang memiliki interaksi intens dengan saling hidup rukun.
Hal tersebut ditemukan berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ulhaq yang kemudian dirangkum menjadi buku utuh berjudul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan.
Dalam menanggapi spekulasi tentang istilah Kristen Muhammadiyah yang disebut merupakan ajaran baru, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar.
Baca Juga:Mengenal Tranq, Jenis Narkoba yang Bikin Pengguna Jadi Seperti Zombie
“Kristen Muhammadiyah merupakan varian sosiologis yang menggambarkan para pemeluk Agama Kristen/Katolik yang bersimpati dan memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah,” ucap Mu’ti seperti dilansir dari laman Muhammadiyah, Selasa (30/5/2023).
Lebih lanjut, ia kembali menjelaskan bahwa Kristen Muhammadiyah bukan penggabungan akidah Muhammadiyah dengan Kristen, tetapi hanya merupakan istilah secara sosiologis.
Hal tersebut juga dijelaskan oleh Ketua LKKS PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq bahwa istilah Kristen Muhammadiyah diambil sebagai bentuk dari gambaran dalam buku yang menceritakan tentang situasi toleransi di sejumlah daerah terpencil di Indonesia.
Buku Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan menggambarkan situasi toleransi di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) serta daerah di pinggiran Indonesia, yaitu Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT); Serui, Papua; dan Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
Fajar menjelaskan, fenomena varian Kristen Muhammadiyah secara nyata salah satunya dapat dilihat dari interaksi intens antara para siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah Muhammadiyah.
Meski begitu, interaksi tersebut tidak menghilangkan identitas siswa dalam menganut agama yang dimilikinya.