Indotnesia - Aksi klitih atau kekerasan jalanan di Yogyakarta belum juga mereda. Pada Minggu (16/3/2023), topik klitih dan Jogja menjadi trending di Twitter.
Muncul sebuah kicauan pada Jumat (25/3/2023) yang mengunggah rekaman CCTV memperlihatkan segerombolan remaja mengeroyok pengendara motor.
Kondisi korban dilaporkan sedang mengalami kritis dan dirawat di RSUP Dr Sardjito. Klitih memang menjadi momok di Yogyakarta, yang hingga kini masih menimbulkan keresahan di masyarakat.
Klitih biasanya dilakukan remaja laki-laki yang mencari pengakuan atau reputasi "baik" di lingkungannya. Dengan menggunakan senjata tajam, pelaku menganiaya korban yang tidak mereka kenal.
Baca Juga:Mark Zuckerberg Umumkan Kelahiran Anak Ketiga, Ini Namanya
Lalu, bagaimana sejarah awal munculnya klitih?
Melansir situs LM Psikologi UGM, klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti aktivitas untuk mencari angin di luar rumah.
Beberapa berpendapat, klitih berasal dari kata "Pasar Klitikan" yang terkenal menjual barang bekas. Jadi klitih bisa diartikan sebagai kegiatan santai sambil mencari barang bekas.
Dari yang bermakna positif, istilah klitih perlahan bergeser menjadi negatif. Fenomena klitih tercatat mulai muncul di Yogyakarta pada awal 1990-an.
Kala itu, polisi telah mengantongi informasi soal geng remaja dan kelompok anak muda yang melakukan kejahatan.
Baca Juga:Lirik Lagu Heart Attack Demi Lovato yang Kembali Rilis dengan Versi Baru
Setelah Orde Baru, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengambil sikap tegas untuk menangani kenakalan remaja dengan mengeluarkan para pelajar yang terlibat tawuran dari sekolah mereka.
Seakan nggak terima, pelajar itu berkeliling dan mencari musuh untuk melakukan aksi klitih. Alasannya, mereka ingin memperoleh pengakuan dari teman-temannya. Ada juga alasan lain, seperti permasalahan pribadi maupun keluarga.
Meski tak jarang terkena amuk massa saat ketahuan beraksi, nyatanya tak membuat mereka jera. Kini, para netizen menyinggung kembali pernyataan Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo pada dua tahun silam.
Dia pernah menyebut kalau klitih bukanlah kenakalan remaja, melainkan bentuk kreativitas yang membutuhkan pengarahan.
"Itu bukan kenakalan anak-anak, remaja, tapi kreativitas, hanya kreativitas itu butuh diarahkan," ujar Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo kala dijumpai pada 29 Desember 2021, seperti dikutip dari Suara.com.
"Kalau saya melihatnya jangan [disebut] nakal, tapi kelebihan khusus. Kami bekerja sama dengan TNI/Polri maupun stakeholder yang ada, supaya nanti keluarga yang ada kami bina bersama-sama," lanjutnya.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pernah mengatakan tindakan klitih harus tetap diproses secara hukum, meski usia pelaku masih di bawah hukum.
Bahkan, dia menduga isu klitih sengaja dibesar-besarkan supaya citra aman dan nyaman Yogyakarta menjadi rusak.